Senin, 21 Desember 2009

Hati-Hati dengan Mulutmu ya !!!

Bersikap jujur sebenarnya baik, hanya saja bagaimana kalau ungkapan jujur kita itu justru menyakiti orang lain? Pasti niat baik kita itu tidak akan sampai sesuai yang kita harapkan kan? Cobalah kamu mem-filter komentar-komentar kamu untuk orang lain, perhatikan cara penyampaianmu dan perhalus kata-kata yang digunakan. Selain itu kita juga perlu melihat dengan siapa kita bicara, situasi saat itu, dan belajar untuk berempati, karena salah-salah kamu justru akan melukai orang itu, seperti membuatnya merasakan hal-hal di bawah ini:

· Sakit Hai

Mungkin awalnya kamu ingin bersikap jujur, tapi tidak semua hal itu harus diungkapkan. Ada baiknya hal-hal yang sifatnya sensitif dan berbau masalah pribadi tidak perlu kamu ungkapkan secara langsung, kapalagi mengungkapkannya dengan serius.

· Jadi Tidak Percaya Diri

Semua orang jelas ingin tampil baik dimuka umum, jadi mengomentari masalah penampilan orang lain secara terbuka dimuka umum pasti akan menurunkan kepercayaan dirinya. Carilah cara unuk lebih halus mengungkapkannya. Mungkin saja niat awalmu ingin membantu, tapi malah menjatuhkan rasa percaya dirinya.

· Tidak Ada Gunanya

Terkadang ada beberapa komentar kamu yang tidak penting kamu ungkapkan kepada orang lain. Jadi pilahlah komentar kamu agar berguna dan membuat orang lain itu jadi lebih baik.

· Baca Situasi

Menjadi orang yang jujur dan terbuka tidak berarti dapat memberikan opini dengan sembarangan. Apalagi untuk membicarakan hal yang sensitif, kamu harus pandai membaca tempat dan situasi yang tepat sebelum mengatakannya.




Sumber : Seventeen Indonesia edisi September 2008

Serba-Serbi Cadel

Realita tentang anak-anak cadel memang sudah tidak asing lagi kita temui disekitar kita. Kebiasaan orang tua mengajarkan anak bicara seperti anak kecil sebenarnya bukan suatu hal yang benar. Banyak ahli-ahli yang menyatakan bahwa anak-anak lebih cepat menerima informasi, sehingga dikhawatirkan mereka akan menganggap bahwa cara bicara dan intonasi yang orang tua mereka ucapkan adalah cara bicara yang benar untuk mengucapkan kata-kata tersebut. Seperti disebutkan M&B Indonesia dalam tulisannya, faktor penyebab cedal ini salah satunya ialah karena faktor lingkungan, yakni kurangnya anak dalam berlatih mengucapkan suatu huruf tertentu dan koreksi si orang tua jika anak melakukan kesalahan.

Jika sejak dini anak sudah di deteksi cadel sebaiknya jangan dibiarkan karena hal ini bisa berlanjut hingga ia dewasa. Sebaiknya amati dan pantau terus perkembangan bicara anak, apakah ia cadel hanya pada huruf tertentu ataukah pelafalannya sangat tidak jelas sehingga apa yang dikatakannya tidak dapat dimengerti orang lain. Jadi mulailah memperbanyak latihan bicara pada anak, dan kalau perlu ajak anak untuk mengikuti terapi bicara.


Sumber : Mother&Baby Indonesia edisi Agustus 2009

Minggu, 20 Desember 2009

Cyber Bully ????

Bullying atau penindasan memang tidak hanya terjadi di dunia nyata. Internet sebagai salah satu sarana komunikasi yang bebas diakses semua orangpun kerap disalahgunakan untuk melakukuan tindakan bullying. Sering mendapat e-mail yang sifatnya mengejek atau komentar-komentar buruk tentang kamu di jejaring sosial seperti facebook, friendster, dan sebagainya jelas merupakan fakta bahwa kamu sudah menjadi korban bully. Jika keadaan seperti itu terus berlanjut, bahkan dengan frekuensi yang makin intens tentu hal itu akan membawa efek buruk untukmu, seperti menjadi parno atau merasa ketakutan tiap kali mengecek e-mail, menjadi depresi karena merasa diteror oleh pelaku yang tidak jelas kamu ketahui, atau bahkan membuat kamu menarik diri dari pergaulan dunia maya.

Dari pada efek bullying itu sampai menimpa kamu, lebih baik mencoba lakukan tips di bawah ini saat ada indikasi dari pihak lain yang coba mem-bully kamu :
• Delete profil si bully dan blokir dia dari daftar teman-teman profilmu.
• Saat mendapat e-mail atau komentar bernada bully, coba tenanglah dan jangan mudah terbawa emosi.
• Jangan tanggapi, karena dia juga pasti akan merasa bosan dan berhenti sendiri karena tidak mendapat respon dari kamu.
• Sebaiknya simpan semua bentuk cyber bully yang kamu alami, sebagai bukti jika kamu ingin meminta pertolongan karena kasus ini.

Jadi untuk kamu semua, lebih berhati-hatilah agar tidak menjadi korban bully.








Sumber : Girlfriend Indonesia edisi Februari 2009

Rabu, 16 Desember 2009

HOMESICK

Kadang kala benar juga kata kebanyakan orang bahwa, “kita baru menyadari sesuatu itu indah dan berharga ketika kita telah jauh bahkan kehilangan akan suatu hal itu”. Ungkapan diatas saya coba kaitkan dengan kenyataan, bahwa tanpa sadar rumah dimana kita lahir dan dibesarkan itu sesungguhnya sangat berarti dan berharga bagi kita. Seburuk apapun tempat (rumah) itu tergambarkan, namun kenangan, kehangatan, dan kebarsamaan didalamnya tidak akan pernah mampu terbayarkan oleh apapun. Namun seringkali kita justru menyadari hal itu ketika kita telah jauh dan meninggalkan rumah.

Bagi masyarakat kita masa-masa meninggalkan rumah adalah bukan suatu hal yang mudah. Namun, beberapa alasan seperti bekerja, bersekolah, ataupun menikah kerap menjadi faktor utama mereka untuk harus meninggalkan rumah. Homesick, ialah sebuah kata yang sering kita dengar dari seseorang yang sedang mengalami rasa kangen atau rindu berat dengan rumahnya. Individu yang mengalami homesick, menjadi terganggu aktifitas sehari-harinya, bahkan ada beberapa dari mereka yang benar-benar sampai mengalami sakit fisik karena perasaan kengen rumah akut ini. Keadaan sakit fisik seperti ini sebenarnya lebih disebabkan oleh pola makan dan istirahat kita yang terganggu (salah), yang merupakan efek dari perasaan homesick, karena sebenarnya sakit fisik itu bukan merupakan dampak langsung dari penderita homesick yang justru merasakan sakit pada pikiran dan perasaannya.
Mereka yang homesick kerap mengalami beberapa hal ini:
• menjadi lebih melankois dari sebelumnya (sering menangis tanpa alasan yang jelas),
• menjadi pemurung,
• tidak bersemangat,
• menjadi lebih sensitive,
• tidak nafsu makan, dan tidak bisa tidur.

Sebenarnya ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi perasaan homesick tersebut, paling mudah adalah dengan langsung menelfon dan berbincang lama dengan keluarganya dirumah, mencari makannan yang biasanya disediakan dirumah, dan yang paling jelas dapat mengobati rasa homesick ini adalah pulang kerumahnya.
Untuk meminimalisasi datangnya perasaan homesick ini, ada beberapa kiat yang bisa dilakukan:

1. jangan biasakan terlalu sibuk dan menenggelamkan diri dalam kegiatan sehari-hari,
2. hindari untuk menahan dan mengacuhkan perasaan kangen rumah yang tiba-tiba muncul,
3. walaupun jauh dari rumah, tetap jalin komunikasi yang hangat dengan keluarga, (baik melalui telfon,sms, dan atau beberapa cara komunikasi lain)
4. sesibuk apapun kita cobalah sempatkan waktu untuk pulang kerumah walau hanya beberapa hari, untuk menuntaskan kerinduan,
5. coba tumbuhkan perasaan bahwa kita meninggalkan rumah adalah untuk sesuatu yang baik, dan diharapkan mendapatkan sesuatu yang baik juga.


Setelah kita tahu tentang homesick ini diharapkan, penderita homesick bisa meminimalisasi perasaan ini.

By: Dhan ^.^

NOMOPHOBIA

Tidak bisa hidup sehari saja tanpa hp? Panik jika anda tak menemukan dimana hp anda, low bat. Cobalah hati-hati karena mungkin anda mengidap Nomophobia! Fobia yang satu ini sebenarnya kependekan dari “No-Mobile-Phone-Phobia”. Seseorang dikatakan memiliki Nomophobia jika dia selalu merasa resah atau takut berlebihan dengan kondisi tanpa hp. Misalnya saja jika hp-nya tertinggal, low bat, tanpa pulsa, atau bahkan tidak mendapat sinyal. Apakah anda termasuk dari beberapa kriteria diatas????

Seiring berkembangnya teknologi, kecenderungan kita akan hp jelas semakin meningkat. Hp yang kita punya jelas dapat memberi akse 24 jam nonstop untuk sesalu berhubungan dengan dunia luar dengan berbagai cara, SMS, MMS, Video Call, dan panggilan suara. Lewat hp anda dapat terus update kabar terbaru dari teman dan sanak saudara. Belum lagi kalau kita sedang membahas tentang jokes yang di forward teman, atau mungkin MMS cute kiriman pacar pasti akan membuat kita makin cinta dengan hp kita. Namun bagaimanapun juga namanya fobia tentu tidak saja itu tidak sehat. Hp itu jelas diciptakan untuk membantu kita, memudahkan kita menjalani beberapa hal, jadi jangan sampai kita berlebihan tergantung dengan hp kita. Sebaiknya mulailah anda untuk mengontrol gadget yang dimiliki.

Berikut beberapa alasan mengapa anda harus dapat menstop rasa ketergantungan berlebih terhadap hp :
• Anti Boros
Coba bayangkan berapa banyak rupiah yang anda keluarkan untuk mengisi pulsa tiap bulannya. Lantas bayangkan apa yang dapat anda beli dengan uang itu. Ingat banyak hal yang lebih bermanfaat yang bisa anda dapat dari uang itu.
• Cegah Kecelakaan
Riset menunjukkan, orang beresiko 4 kali lebih besar mengalami kecelakaan lalu lintas jika menyetir mobil sambil menelepon atau membaca dan mengetik SMS, karena fokus anda jadi tidak 100% lagi kejalanan di depan anda. Tidak ingin kan hal itu terjadi pada anda?
• Tahu Sopan Santun
Apa rasanya dicap sebagai orang yang tidak sopan karena lama mengangkat telpon dan mengacuhkan orang yang sedang berbicara disebelah anda? Tidak enak kan?
• Dah Kantung Mata
Sering terjaga hingga tengah malam untuk menelpon teman atau pacar anda, dan terbangun esok pagi dengan mata seperti panda (karena kantung mata yang muncul), pasti akan mengganggu penampilan anda kan.





Sumber : Seventeen Indonesia, edisi Juli 2009

Kamis, 03 Desember 2009

Sindrom Superchild

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi yang terbaik dan nomor satu, baik itu diantara teman sepergaulannya, lingkungan sekolahnya, maupun diantara kerabat dan saudara-saudara sepupunya. Sebenarnya hal itu memang membanggakan namun, bagaimana jadinya jika obsesi para orangtua itu muncul berlebihan terhadap anak?????


Dewasa ini sering kita temui kenyataan akan banyaknya anak-anak kecil yang disibukan hari-harinya dengan berbagai macam les dan kursus-kursus pilihan orang tua mereka, mulai dari les matematika, bahasa Inggris, menari balet, bermain piano, berenang, dan berbagai macam kegiatan lain. Miris memang melihat banyak anak yang menjadi kehilangan waktu bermain mereka, terlebih lagi jika ternyata fakta dibalik semua itu adalah ambisi berlebih dari orang tua yang ingin menonjolkan anaknya dibanding dengan anak-anak lain, entah itu karena faktor gengsi ataupun perasaan tidak mau kalah semata.


Keadaan dimana seorang anak selalu dipaksa menjadi si nomor satu atau si paling super oleh orang tuanya lebih kita kenal dengan istilah sindrom superchild. Memotivasi anak untuk menjadi baik memang perlu, hanya kadang banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa mereka kerap terlalu keras mendorong anaknya untuk melakukan sesuatu. Efek sederhana yang sering kita jumpai dari kasus seperti itu ialah tumbuhnya anak-anak yang tidak bisa menerima kekalahan dan kekurangan diri, sebab selama ini yang tertanam dalam diri mereka hanyalah menjadi yang terbaik diantara yang lain. Seperti yang dilansir oleh majalah Mother&Baby edisi November 2009, cobalah cek daftar dibawah ini untuk mengetahui apakah anak benar terkena sindrom superchild? Jika anda melihat gejala berikut, berarti anda terlalu memaksa anak dan besar kemungkinan ia sudah terkena sindrom superchild :


  • Terlalu sedikit waktu atau bahkan tidak ada waktu sama sekali untuk bermain.
  • Anak menjadi pemarah, agresif, kelelahan, rewel, kehilangan mood, sering menangis, mengamuk, depresi, dan tidak antusias melakukan sesuatu yang ia suka.
  • Mengalami masalah makan dan tidur.
  • Mengeluh sakit kepala, sakit perut, gemetar, penyakit psikosomatis (cek ke dokter apakah sin kecil kelelahan atau memang ia terserang kuman).
  • Tidak mau bermain dengan teman sebayanya.

Jika tanda-tanda itu muncul pada anak, cobalah cek kembali pola asuh anda. Bukalah pikiran anda bahwa apa yang anda inginkan belum tentu anak inginkan dan baik untuknya. Berilah anak ruang untuk mengembangkan sendiri kreativitas, minat dan bakat yang sesuai dengannya. Serta mulailah untuk tidak memaksa anak secara berlebihan. Ingatlah bahwa apa yang berlebihan itu belum tentu baik dan benar hasilnya.




Sumber : Majalah Mother&Baby Indonesia edisi November 2009